To:
minikino@yahoogroups.com
From:
"Ari Dina Krestiawan"
Date:
Thu, 12 Oct 2006 20:12:01 -0700 (PDT)
Subject:
Re: [minikino] Blognya Fajar dan Sponsor>> kerja dan karya
Hai Dionys,
Gue ngerasain banget yang namanya bedanya "bekerja" dan "berkarya", kegelisahan itu yang akhirnya membuat gue keluar dari bekerja di sebuah stasiun TV yang settle. Dan pandangan orang2 bekerja (teman2 sekantor) ketika itu adalah "lu pindah kemana?"
"Gue gak pindah ke mana2" gue jawab begitu. Dan mereka pun beranggapan gue punya kantor sendiri, pokoknya intinya tetap begitu.
Ya, gue terima aja lah anggapan begitu, punya kantor sendiri kan doa yang baik, he he he.
Gue mutusin untuk freelance, hal yang udah lama pengen gue lakuin dari dulu, alhamdulillah calon istri (sekarang dah jadi istri), mendukung. Gue keluar 4 bulan sebelum menikah, gue bilang sama calon mertua gue ya ketika 4 bulan sebelum menikah, bahwa gue sekarang dah gak kerja tetap lagi. Calon mertua gue diam, ha ha ha. Tapi kan gue dah keburu ngelamar anaknya.
Ya, alhamdulillah, walopun secara finansial gue masih berantakan ampe sekarang, tapi kesempatan untuk bikin karya itu ada.
4 bulan setelah gue keluar, gue dapat kesempatan untuk masang video gue di di OK Video, 3 bulan berikutnya, gue dapat kesempatan untuk ke Mexico City, ngasi workshop dokumenter untuk seniman seni rupa. Dan itu murni perjalanan untuk berkarya, kolaborasi sama seniman2 sana. Mantan temen2 kantor gue beranggapan, "gila lu pulang dari Mexico bawa duit banyak dong, udah bikin PH sendiri nih, gue kerja di tempat lu aja deh"
Hahaha, lagi2 rasanya doa yang bagus.
2 bulan berikutnya lagi, gue dapat award untuk best music video dan best director di kompetisi video klip indie. Alhamdulillah dapat kesempatan sekolah lagi 1 tahun walopun gak rajin kuliahnya.
Ya, setelah itu gue banyak bekerja lagi, dan kalopun bikin karya yang sifatnya impulsif. Dan sempet screening karya di Goethe Institute bareng temen2 juga masuk 5 besar Hello;Fest, sayang yang dapat "kado/hadiah" , cuma 4 besar, he he he.
Dan bulan September lalu ini, gue dapat kesempatan lagi untuk bikin karya, gue kolaborasi sama penulis dari Makassar dan fotografer dari Argentina, kita bikin pameran seni rupa.
Selama proses kolaborasi inilah gue belajar sesuatu dari temen Argentina itu, etos kerjanya sebagai seniman, maupun sebagai orang yang bekerja di commercial, bahwa emang ada masanya kita berenti sejenak dari "bekerja" untuk bikin "karya". Konsep itu juga ada di kepala gue, tapi belum jelas bagaimana ngungkapinnya.
Ketika gue liat web-nya, gue baru ngeh, ini yang gue cari, dia mengklasifikasikan portofolio-nya dengan "commercial work" dan "non commercial work".
Ya klasifikasi itu yang harus gue lakuin. Bahwa kita harus milih bersikap bagaimana ketika berbicara, maksudku, ketika kita berbicara dengan klien yang emang pikirannya duit melulu, ya kita sodorin aja yang commercial work, atau mungkin non commercial work yang berpotensi jadi commercial work (kaya karya2-nya si Fajar ini).
Buat gue, bikin film/video itu adalah kerjaan dan hobi sekaligus, itu bahaya, karena ketika jenuh kita gak tahu gimana larinya, lha wong jenuh kerja ngedit misalnya, terus mo lari ke hobi, ngedit juga (parah).
Ya, paling ketika jenuh, gue eksperimen gila2an aja, kocak2an yang mungkin belum ada artinya, tapi suatu saat akan nemuin sesuatu, lha wong namanya eksperimen kan, he he he.
Makanya, saat ini gue gak batasin bikin film pendek yang bercerita aja, tapi anykind of visual, itu yang menarik buat gue. Sisanya gue tetap harus bekerja, dan kadang orang2 di dunia komersil itu agak nyebelin ketika tau misalnya kita bikin art project juga, disangka kita dah gak mau kerja lagi, ga ditelpon untuk dikasih kerjaan, ya ampun gue masih pengen kerja, tapi ya harus ada liburnya dong.
Gue kagum sama Sim F, Anggun, mereka masih sempet bikin karya di kesibukan mereka.
salam
ari
----- Original Message ----
From: dionys dhewanindra
To: minikino@yahoogroup s.com
Sent: Friday, October 13, 2006 9:19:27 AM
Subject: [minikino] Blognya Fajar dan Sponsor
Aku tuntas membaca blogmu, Jar.
Membaca blogmu aja aku gak bisa tidur, apalagi kamu pelakunya langsung.
Aku harus acung jempol dan kamu tidak kacangan (dikelasnya )
Sayangnya kita tidak pernah bertemu sebelumnya.
1999 aku sudah hengkang ke Jakarta, meskipun antara 2000 – 2001 sesekali pulang ke Jogja untuk bikin karya dan lumayan dibahas dikoran juga kayak kamu (he he) Waktu itu film indie jogja hanya ada beberapa gelintir. Gak tau mereka masih eksis ato enggak sekarang. Tapi salah satu komunitas itu (cukup ternama di lokal setempat, termasuk sutradaranya) kadang aku baca pengumuman kegiatannya. Hanya saja karyanya jarang tercium lagi sekarang.
Mungkin suatu saat kita akan ketemu sambil ngobrol ngalor ngidul di angkringan.
SPONSOR
Membaca blogmu, kamu itu fenomena. Setidaknya yang aku tahu sementara ini.
Jarang ada filmmaker indie yang karyanya sampe diputer di bioskop dan mendapat sponsor lumayan bergengsi ( ukurannya di tahun itu lho. Mungkin sekarang sudah banyak). Persaingan untuk mendapat sponsor di Jogja sangat ketat karena bagaimanapun juga Jogja is gudangnya creator. Perbandingan kalangan pabrikan (sebut saja gitu) dan kalangan seniman sangat tidak seimbangan. Tapi itu tergantung bagaimana si seniman berkompromi pastinya. Sejumlah filmmu (meski aku belum nonton) secara tematik memang sangat dekat dengan segmen bidikan sponsor. Itu sih masalah pilihan kreatornya, tetap sah mau bikin karya yang kayak gimana. Artinya, kalau kita mau bikin karya yang ber-sponsor ya berarti bikinlah yang entertain. Bukan yang kontemporer, eksperimental atau absurd.
Suatu kali di tahun 2005, aku membuat produksi sinetron yang agak kontemporer sebanyak 13 episode untuk Jogja TV ( TV local). “ Panji Semiran Hanguncit Butuh “ judulnya, itu kalo kamu pernah nonton TV lokalmu lho. Sebuah komedi laga. Ceritanya pendekar yang balas dendam gara-gara gegar otak dalam kandungan.
Iklan/sponsor yang masuk kebanyakan sebangsa jamu-jamuan. Kenapa demikian? Tentu saja karena materi yang ada, cocoknya kalangan pabrikan yang demikian. Kalau aku bikinnya yang ngepop tentu sponsornya beda lagi bangsanya.
Filpen “ Trilogi Bangsat “ku sama sekali tak bersponsor karena prediksiku memang gak akan pernah ada sponsor yang mau ikutan. Kalau adapun mungkin bangsanya peti jenasah ato vodka. Bisa juga penerbit yang menerbitkan buku “ mengumpat itu mudah “. Tapi sekali lagi itu pilihan berkarya.
PERASAAN BERKARYA DAN BEKERJA YANG BERBEDA
Kembali ke paling awal, yakni masalah sampe gak bisa tidur.
Suatu kebanggaan yang terus menghantui itu wajar saja. Apalagi karya itu lahir pure dari kita sendiri. Berbeda sekali rasanya jika kita mengerjakan proyek orang alias bekerja
Sederet proyek sinetron, iklan, documenter, video klip, company profile, siaran langsung, dsb sudah sekian tahunan aku terlibat di dalamnya, tapi entah kenapa aku masih merasa ada perbedaaan antara “ berkarya “ dan “ bekerja “.
Aku gak tau apa cuman karena hanya orderan saja jadi rasanya beda.
Padahal menurutku, ditingkat hasil sama saja, ya gitu-gitu juga to formatnya. video klip ya kayak gitu, documenter ya kayak gitu, film komedi ya kayak gitu, dsb. Yang bedain cuma tujuan, bentuk/tampilan visual dan tema yang diangkat. Makanya aku menolak diskriminasi indie atau mayor ( secara : apa yang ingin ditampilkan. Bukan yang terkait teknis ). Lha wong (kata Edo di Wiki) bedanya cuma besar kecil budget produksi.
Aku pernah nonton sebuah film bikinan Bandung yang gambarnya pake jimmy jib, dolly track dan equipment berat lainnya. Bedanya mungkin hanya karena film itu gak ditransfer di seluloid dan gak bisa di puter di Bioskop saja. Ukuran budget pun akhirnya jadi sangat relative jika dibanding dengan yang dibikin pake handycam cap jempol. Apa yang dibikin pake handycam tadi disebut indie sementara yang pake jimmy jib mayor?
Kalau dipikir seperti itu, film Indonesia yang diputer di bioskop pun sebenarnya indie semua dibanding sama film bikinan Hollywood . Kenapa? Budget bikinan Hollywood rata-rata lebih gede dibanding bikinan Indonesia to?
Tentang perbedaan rasa berkarya dan bekerja, mungkin ada teman-teman yang merasakan hal seperti saya?
2 comments:
salam kenal dari kalimantan
indie ama mayor...
banyak orang terjebak dg 2 istilah ini....
analoginya, seperti besar dan kecil...
menurut saya, akan ada siklusnya seniman atau kreator indie akan lebih dihargai...
dan golongan2 tersebut adalah golongan orang2 terhormat dan paling hebat...
ok, guyz.. tulisanya ok juga...
salam kenal ya....
sharing2 ya ke email gue..:
bintangmanajemen@gmail.com
kebetuan saya juga seorang penikmat indie...
blogg :
www.bintangmanajemen.blogspot.com
Post a Comment