Wednesday, October 11, 2006

Buaya Jantan yang 'Sangat Laki-Laki'

Friday, 01 September 2006, Panggung
FAJAR NUGROHO LUNCURKAN NOVEL ’BUAYA JANTAN’’; Padukan Sinematografi, Realitas dan Imaji

Fajar Nugroho, penulis skenario dan sutradara film meluncurkan novel perdana berjudul ‘Buaya Jantan’ terbitan Gama Media. “Soal ekspresi ada yang memang lebih tepat dibuat skenario dan difilmkan, ada pula yang lebih menarik kalau dibuat novel,” ucap mahasiswa Fakultas Hukum UII, kelahiran Yogya, 29 Juli 1979 punya obsesi jadi sutradara film, Dikatakan Fajar, setiap ekspresi memang melihat medianya. “Novel itu lebih ekspresif, kekuatan memang pada imajinasi,” katanya enteng. Ia sendiri sebenarnya lebih punya pengalaman menulis skenario film sekaligus menyutradarai. Karya film yang dibuat antara lain, ‘Dilarang Mencium di Malam Minggu’ (2003), ‘Sangat Laki-laki’ (2004), serta sutradara film dokumenter ‘Jogja Needs A Hero’ (Jiffest, 2005) dan ‘Ksatria Kerajaan (Eagle Award Metro TV, 2005).

“Saya buat skripsi, jadinya malah novel,” ucapnya sambil tertawa. Tidak, skripsi dan novel, tetap diselesaikan sesuai porsinya masing-masing. Khusus novel ‘Buaya Jantan’ setebal 325 halaman ini memang termasuk ditulis dalam tempo yang cepat. “Ide awalnya untuk film. Novel ini saya buat dalam tempo 2 minggu, judul dan idenya sudah ngendon tahun 2004,” ucapnya, Rabu (30/8). Juga yang membahagiakan Fajar, novel ini nantinya akan diluncurkan di ‘Jogja Book Fair-2006’ di Jogja Expo Center, 7 September. Kegiatan tersebut diselenggarakan Penerbit Gama Media, Ikapi-DIY dan SKH Kedaulatan Rakyat. Secara terpisah, Direktur Penerbit Gama Media, Ny Arnabun SE kepada KR mengatakan, Fajar Nugroho sosok muda Yogya sangat berbakat, baik dalam sastra, film sekaligus jurnalistik.

“Novel Buaya Jantan ini menunjukkan hal itu, ia menggabungkan kemampuan penguasaan film, sastra dan jurnalistik,” kata Ny Arnabun SE. Novel pertamanya ini, sebagaimana sedang digandrungi oleh kebanyakan anak muda perkota-an, ia tidak memilih jalur penulisan kontemporer, tetapi menggarap tema yang pop-isme. Ia mampu menghadirkan nuansa, cita rasa pop anak muda masa kini dengan pola dan perilakunya. Menariknya novel ini, Fajar menggarap pola alur cerita sebagaimana mengadopsi sinematografi alias sangat filmis. Berbekal pengalaman sebagai sutradara, ia membuat shoot-shoot yang dilakukan terhadap peristiwa demi peristiwa secara acak. “Kata editor di Gama Media, ia membuat shoot yang menggabungkan realitas dan imaji, antara yang tampak dan terkisah,” kata Ny Arnabun. Justru yang mengagetkan, kenapa ia memilih jalan itu, ternyata ingin menghadirkan nilai dan orientasi yang berbeda yang selama ini tidak banyak diangkat ke permukaan. “Novel ini memang mencatat perubahan cara pandang anak muda, bagaimana memandang hidup, mensikapi kegelisahan hidup yang terus bergerak. Anak muda mencari cinta dan jati dirinya.” tambahnya. (Jay)-o

No comments: