Sunday, January 28, 2007

Mati Bujang Tengah Malam: Cerpen Original 2005

Thursday, December 22, 2005

Cerpen Keren yang Dicekal
Heran deh.. kenapa sih banyak kreativitas yang dicekal. Dan semua gara-gara kekhawatiran yang berlebihan. Takut masyarakat begini lah, takut masyarakat begitu lah. Padahal, semua orang tahu, cerita fiktif itu artinya cuma bohongan.. Jadi, kenapa harus dicekal? Kayak cerpen bikinan Fajar Nugross ini. Awalnya, Mati Bujang Tengah Malam mau diterbitkan di sebuah tabloid mingguan di Jogja. Tapi, gara-gara ceritanya yang menyinggung soal bom Bali, cerpen ini nggak boleh naik cetak.Pengin tahu cerpennya? klik langsung link di bawah ini. Kelar itu, pilih open, and just enjoy it!
cerpen mati bujang tengah malam-i will always try to love my day-
kamu lagi ngebaca tulisan azzhole yang dibikin jam 12:20 PM

2 Comments:
awan asmara ngebacot...
Lha iya ziz, padahal cerpennya bagus lho. Apalagi waktu pendeskripsian kalau tokoh utamanya adalah mahasiswa yang lulus cumlaude tapi susah dapet kerja. Wih saya langsung mengucap syukur. Kita kan sudah dapet kerjaan kan? he he hePlus betapa nistanya saat si mahasiswa cumlaude juga harus kehilangan kekasihnya. Melasse. Jadi deh dia meledakkan diri aja. Sebuah perbuatan yang layak menjadikan dia the real loser of the world......

---

Yup, tulisan diatas di copy paste dari sebuah blogs berikut: http://azizonblog.blogspot.com/2005/12/cerpen-keren-yang-dicekal.html saya temukan ketika iseng-iseng mengetik kata 'nugross' di google. Menjadi menarik buat saya karena cerpen Mati Bujang Tengah Malam saya tulis pada 15 November 2005 pukul setengah dua dini hari. Kemudian ditolak untuk dimuat oleh redaktur sebuah surat kabar mingguan di Jogja. Dan akhirnya, cerpen itu saya masukkan menjadi bagian dari 8 cerpen lain dalam novel Buaya Jantan.

Namun nasib Mati Bujang Tengah Malam tidak berhenti, saat ini, oleh konsorsium kreatif bernama Democratic Cinema, naskah cerpen itu tengah di godog menjadi sebuah skenario film oleh Donny Prasetyo. Dan sebelum menyimak film berdurasi 24 menit berjudul sama di pertengahan tahun 2007 nanti, ada baiknya kita membaca dulu cerpen Mati Bujang Tengah Malam draft originalnya sebagai berikut:

Mati Bujang Tengah Malam
---Fajar Nugross---


Sebagai laki-laki berumur 25 tahun, menjadi salah
satu mahasiswa yang lulus dengan predikat cumlaude,
Armand merasa seharusnya masa depan lebih baik dari
pada kenyataan yang dialaminya sekarang. Tapi
kenyataan berkata lain. Apa yang disebutnya bencana
itu sudah Armand rasakan di hari wisudanya, tepat
setelah Rektor menyematkan pin emas di dada kanannya
sebagai symbol bahwa dirinya menyandang gelar
cumlaude. “Sekarang, kalian kembali ke masyarakat,
memasuki medan perang baru, apa yang didapat di bangku
kuliah, belumlah menjamin, tapi setidaknya kalian
punya modal untuk bertempur nanti!” kata sang Rektor
tegas dan jelas.
Itu tiga tahun lalu, kini terbuktilah sudah apa
maksud perkataan sang rektor, ilmu yang didapatnya di
bangku kuliah, sama sekali tak menjamin, pin emas
tanda gelar cumlaude telah berselimut debu di laci
mejanya. Bahkan pin emas itu hampir dia jual dan
uangnya dia belikan sebungkus rokok, menurut Armand
niat itu malah akan membuat pin emas itu berguna!
*
“Itu sudah harga paling tinggi Man, kita kan teman,
nggak mungkin lah aku memberi harga rendah!” seru
Broto mencoba meyakinkan. Armand mengelus-ngelus lagi
monitor komputer yang telah menemaninya selama dia
duduk di bangku kuliah, komputer yang membantunya
menyelesaikan banyak tugas dan terakhir bekerja keras
untuk skripsinya itu harus dilego demi menyambung
usaha Armand membeli amplop coklat untuk diisi lamaran
pekerjaan.
*
Armand merasa, kini tangannya sudah menebal seinci
lebih karena sisa lem kertas yang mengering menempel
dijari telunjuknya. Puluhan amplop berwarna coklat
berisi lamaran pekerjaan sudah tersusun rapi diatas
meja disebelah foto mantan pacarnya.
“Kita putus!” begitu vonis Amelia, cewek yang sudah
bertahun-tahun mendampinginya, bahkan Amelia juga yang
berdiri disamping Armand saat Rektor menyematkan pin
emas dulu. Tapi masa-masa indah itu telah berlalu
seiring pin emas tertutup debu, seperti pertanda bahwa
masa depan Armand pun tak kunjung menuai jaman
keemasaannya. Amelia kemudian menyusul Armand diwisuda
dan seperti halnya wanita yang sadar akan kelebihan
paras dan tubuhnya, tak perlu pin emas tersemat di
dada karena apa yang tersenyembunyi di balik baju
Amelia adalah gunung emas yang diincar setiap lelaki
berposisi penting di tiap perusahaan besar. Lalu,
untuk apa Amelia tetap berada disampingnya? Tinggallah
Armand sendiri.
*
“Punya pengalaman kerja?”
Armand menggeleng. Menerima kembali lamarannya dan
beranjak dari kursi ruang personalia itu. Ini
penolakan ke sekian yang diterima Armand.
“Kami kagum dengan Indeks Prestasi kelulusan kamu,
luar biasa!” puji kepala bagian personalia di kantor
lain. “IPK saya saat lulus juga hampir segitu, nyaris
mendapat pin emas saat wisuda, kamu punya pin emas
itu?”
Armand mengangguk mantap, akhirnya pin emas itu ada
gunanya juga, pikir Armand.
“Jadi, lamaran saudara saya simpan dahulu,” lanjut
lelaki itu. “Saya taruh di tumpukan teratas pokoknya,
jadi kalau ada penerimaan pegawai baru, saya langsung
memanggil saudara!”
“Terimakasih Pak,” jawab Armand tegas dan mantap,
secercah harapan mulai mengisi benaknya.
Begitu Armand pergi, lelaki itu segera melempar surat
lamaran Armand ke tong sampah. “Pegawai baru dengan
IPK segitu, bisa mengancam posisiku!” jerit lelaki
itu.
*
Tiba dikamar kosnya yang kelam, Armand menerima
setumpuk surat yang dikirim petugas pos. Selembar
surat dari desa membuat suasana kamarnya semakin
gelap. Itu surat dari bapak di desa.
“Kami sudah menjual sawah dan seluruh sapi yang kami
punya untuk membiayai kamu kuliah, sekarang bapak dan
ibu kesusahan di desa, kemarin ibumu antri untuk
mendapatkan Bantuan Langsung Tunai, tapi
terdesak-desak sampai harus opname di rumah sakit.
Kamu sudah mendapatkan pekerjaan belum Man? Kalau
belum, pulang lah ke desa, siapa tahu namamu juga bisa
dimasukkan dalam daftar orang-orang miskin yang
menerima bantuan itu, karena kita butuh biaya, adikmu
juga mulai masuk sekolah…” Sebutir air bening
mengalir dari sudut mata kanan Armand.
*
“Kamu pernah membaca novel Count of Monte Cristo?”
Armand menggeleng mendengar pertanyaan yang diberikan
lelaki misterius yang dijumpainya di jalan tadi. Entah
mengapa, Armand merasa nyaman terhadap sosok lelaki
itu, keramahan lelaki itu membuat Armand membawanya
masuk kedalam kamar kosnya yang sempit. Lelaki itu
bergerak cepat kearah jendela kamar, dan menurunkan
tirainya. Wajahnya tak terlihat jelas karena cahaya
matahari terhalang masuk.
“Sang Count selalu menerima penderitaan yang terjadi,
tak pernah mengeluh akan penghinaan dan terus
bersabar, sampai ketika kesempatan datang.” Ucapan
lelaki misterius itu terdengar jelas, Armand merasa
hidupnya tengah dirangkum oleh lelaki itu. “Aku akan
menjadikanmu lelaki yang berguna bagi keluargamu.”
*
Armand membuka surat yang dikirimkan ayahnya dari
desa.
“Kami berharap kamu ada diantara kami Man, saat
rejeki dari Tuhan itu datang, tiba-tiba saja,
sekeluarga di desa masuk televisi, itu lho Man, acara
yang memberi uang jutaan rupiah untuk dibelikan
bermacam-macam kebutuhan, jadi kami tak perlu antri
dana kompensasi lagi Man, juga ada biaya untuk
pengobatan ibumu…” demikian ayah Armand menulis kabar
yang tak lagi membuat Armand menangis.
*
Beberapa minggu kemudian, “Lihat televisi Man,
sekarang!” seru ibu kos histeris. Armand segera
berlari ke ruang utama, tempat ibu kos dan beberapa
anak lain tengah menonton acara reality show. Armand
terperangah ketika melihat rumahnya didesa ada dalam
tayangan itu. Sebuah program acara yang merubah
rumah-rumah reyot menjadi lebih baik.
*
Sebulan kemudian, sebuah surat datang lagi kepada
Armand. Kali ini dari adik bungsunya yang mulai masuk
kuliah.
“Mas Armand, Sari di desa kini bisa sekolah lagi,
kemarin Sari dapat beasiswa, juga bantuan untuk
membayar segala tunggakan yang selama ini menumpuk di
sekolah…”
Armand menghentikan membaca surat itu. Pintu kamarnya
diketuk. Sekejap setelah pintu dibuka oleh Armand,
sosok lelaki misterius itu masuk kedalam kamarnya.
Langkahnya hampir tak bersuara. Seperti dulu, lelaki
itu segera menutup tirai jendela kamar Armand.
“Sekarang kamu sudah menjadi anak yang berguna bagi
keluargamu. Mereka hidup layak, punya modal yang cukup
untuk meneruskan hidup dan adikmu terjamin masa
depannya.” Lanjut lelaki itu.
“Mereka bahagia sekarang,” jawab Armand pendek.
“Tapi kami tak bisa membahagiakan seluruh rakyat
bangsa ini Man, jadi kami membutuhkanmu untuk membuat
headline baru di koran-koran pagi besok.” jawab lelaki
itu sambil melepas kemejanya. Armand segera melihat
sebuah rompi hitam membalut tubuh lelaki itu. Lelaki
itu kemudian melepas rompi yang dikenakannya, lalu
menyodorkan kepada Armand.
*
Entah sudah berapa lama, Armand berputar keliling
menyusuri jalanan kota bersama lelaki itu, mereka
menaiki sebuah taksi yang menurut Armand mungkin telah
di sewa oleh lelaki misterius disampingnya. Tepat
tengah malam, Armand turun dari taksi yang berhenti
didepan sebuah restoran pinggir jalan. Langkahnya
begitu mantap, semantap tangannya yang menggenggam
erat tali kenur berwarna hitam diujung sebelah kanan
rompinya. Perintah lelaki misterius itu cukup jelas,
masuk kedalam restoran itu dan tarik tali yang
digenggamnya sekuat mungkin.
“Tak akan terasa, tiba-tiba kamu sudah berada di
surga,” bisik lelaki misterius itu, sesaat sebelum
Armand membuka pintu taksi dan turun.
Hiruk-pikuk pengunjung restoran mulai memenuhi
gendang telinga Armand. Tiba-tiba suara-suara itu
hilang, yang ada hanya teriakan bahagia adiknya bisa
melanjutkan sekolah. Lalu terbayang senyum bahagia
kedua orang tuanya. Ayahnya seperti hendak mengatakan
sesuatu tapi Armand tak mendengar, Armand berusaha
membaca gerak bibir ayahnya. Kami bangga padamu Man!
Itu kata ayahnya, Armand tersenyum, lalu menarik tali
diujung rompi yang dipakainya kuat-kuat…
Blaaar!!!
***


(Mati Bujang Tengah Malam; 15 November 2005; 01:30 WIB)

Saturday, January 13, 2007

Sama Sempurna

Awal 2007 ini saya mendapatkan keberuntungan, tiba-tiba ikut sebuah produksi iklan komersial televisi (TVC). Sutradaranya bule, George M (asal Aussie berumur 64 tahun ini spesialis rokok katanya), jabatan saya sederhana sih dalam proyek ini, baru 2nd-2nd Assistant Director Tino Soeranggalo, another Toraja's Guy setelah bos saya di Fictionary, Sakti Parantean Salulinggi itu... Seperti sebuah workshop buat saya sebelum mengerjakan fiksi Mati Bujang Tengah Malam...