Monday, August 06, 2007
WAJAH-WAJAH NUGROSS
Fajar Nugroho Dan Wajah-Wajahnya
Written by N3
Sabtu, 17 Maret 2007
Siapa sineas muda paling produktif di Jogjakarta? Jawabannya tentu tidak lain, Fajar Nugroho atau Fajar Nugross, dua nama untuk satu orang yang sama. Mengikut di belakangnya tentu sukses yang diraih oleh film-film fiksinya seperti "Sangat Laki-Laki" dan "Dilarang Mencium Di Malam Minggu." Kali ini SHOK #5 (Screening Hall On Kinoki ke lima) memutar lagi film-film lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jogjakarta itu, di KINOKI, jalan Suroto Kotabaru, pada hari Selasa 13 Maret 2007 malam.
Selain menggarap film fiksi, dia juga sempat menggarap film dokumenter, namun sayangnya karena kendala teknis, salah satu film dokumenter yang sedianya akan diputar dalam acara tersebut, batal. Tiga buah film fiksinya diputar dalam acara tersebut sebagai pengantar diskusi. Film pertama adalah "JakJogLik," yang juga merupakan film pertama yang digarapnya. Film yang digarap tahun 2002 dengan durasi 29 menit itu bercerita tentang seorang anak muda dari Jakarta yang jauh-jauh datang ke Jogja demi menemukan cintanya, seorang gadis yang dilihatnya setahun lalu di sepanjang jalan Malioboro.
Rama, pemuda itu, menguntit si gadis dari sisi Stasiun Tugu sampai ujung sebelah Selatan, di depan gedung Kantor Pos Besar Jogjakarta, sebelum akhirnya tanpa diduga gadis itu dibawa pergi oleh gerombolan tidak dikenal. Kepergiannya menyisakan pertanyaan berikut selembar scarf yang dijatuhkannya. Setahun kemudian, Rama kembali ke Jogja untuk menemukan gadis itu. Di akhir film terdapat pesan yang intinya bila benar mencintai seseorang maka mendekatlah.
Tidak berbeda jauh, film kedua, "Dilarang Mencium Di Malam Minggu," film tahun 2003 yang juga masih bicara soal cinta, meskipun hadir dalam bentuk yang berbeda. Bercerita soal perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang gadis. Tokoh pemuda kali ini terpaksa harus berpisah dengan si gadis pada setiap hari Sabtu dan Minggu karena pacar Alina, gadis itu, kembali dari tempat KKNnya. Meski begitu, film tersebut berakhir bahagia dengan bersatunya Alina dan si pemuda karena ternyata pacarnya juga berselingkuh dan memutuskan hubungannya dengan dia.
Setelah film ke dua diputar, tibalah sesi disusi yang meskipun ditengah hujan deras, tetap berlangsung hangat dan seru. Rata-rata peserta diskusi emmberi komentar yang sama, bahwa pada dasarnya mereka bosan dengan alur film yang lamban dan membosankan. Ide cerita juga berkisar pada hal yang sama, cinta, wanita dan sakit hati. Diakui Nugross, pada dua film tersebut dia masih belum memiliki banyak pengetahuan yang berkaitan dengan pembuatan film. Peralatan yang digunakannyapun masih sangat sederhana. Sedangkan dari segi cerita, menurut dia, selalu berangkat dari pengalaman pribadinya maupun teman-temannya.
"Di film 'Dilarang Mencium', waktu itu saya punya pacar yang selalu berantem pas Malam Minggu, juga cerita-cerita sedh yang dialami oleh para pria di film-film itu juga berangkat dari kisah hidup saya yang pedih....", katanya yang disambut oleh tawa riuh peserta diskusi. Film-film Nugross juga banyak menampilkan scene perjalanan dan dialog-dialog panjang yang melelahkan.
Meski begitu, kelebihan-kelebihannya dalam menggarap sebuah film tentu tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Yang banyak dipuji adalah kemampuannya untuk membuat penonton tidak beranjak selama film diputar. Selain itu, dia juga produktif dan banyak memiliki penonton. Salah satu film yang juga ddiputar dalam acara tersebut, "Sangat Laki-Laki" bahkan diputar untuk umum dengan animo yang cukup bagus.
Yang terpenting menurut dia adalah jangan berhenti pada film pertama, sehingga akan semakin dimudahkan dalam film-film selanjutnya karena kepercayaan yang diberikan oleh pihak sponsor atau pihk-pihak terkait lainnya adalah berdasarkan konsistensi berkarya.*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment